Sabtu, 06 Oktober 2012

SUPERVISI PENDIDIKAN


PENDEKATAN SUPERVISI PENDIDIKAN
I.     PENDAHULUAN
Menurut Peter F. Oliva, Tujuan Supervisi Pendidikan adalah: Mengembangkan kurikulum yang sedang dilaksanakan di sekolah, Meningkatkan proses belajar mengajar di sekolah, dan Mengembangkan seluruh staf di sekolah. Tujuan Supervisi Pendidikan ini tidak akan diraih apabila Supervisor tidak menggunakan metode, Pendekatan serta Teknik-teknik yang baik dan benar dalam menjalankan tugasnya.
Dalam makalah ini, akan dijelaskan pendekatan-pendekatan yang didasarkan pada Psikologi, dan tak lupa dalam makalah ini dicantumkan prinsip-prinsip Supervisi Pendidikan.

II.  RUMUSAN MASALAH
A.    Apa saja macam-macam pendekatan supervisi pendidikan?
B.     Apakah prinsip-prinsip pendekatan supervisi pendidikan?

III.   PEMBAHASAN
A.    Macam-macam pendekatan supervisi pendidikan
Pendekatan yang digunakan dalam menerapkan  supervisi modern didasarkan  pada prinsip–prinsip  psikologis . Suatu pendekatan  atau teknik  pemberian  supervisi, sangat bergantung pada prototipe guru.  Ada satu paradigma  yang dikemukakan  Glickman untuk memilah-milah guru dalam empat prototipe guru. Ia mengemukakan setiap guru memiliki dua kemampuan dasar, yaitu berpikir abstrak dan komitmen serta kepedulian.


 
Setiap sisi  yang terdapat  diatas garis komitmen (garis horizontal) daya abstraknya (A) positif. Sisa semuanya rendah  (-) sehingga sisi II K-, sisi III A- dan K-. Dengan demikian kita menemukan:
                 I.            Pada sisi  I  daya A+  K+ guru semacam ini disebut  guru yang profesional .
              II.            Pada sisi II daya abstrak tinggi  A+,  tetapi komitmen (K-) disebut guru yang tukang kritik
           III.            Pada sisi  III daya abstrak rendah (A-)  tetapi komitmen tinggi  (K+)  disebut guru yang terlalu sibuk.
           IV.            Pada sisi  IV  daya abstrak rendah  (A-)  dan juga komitmen rendah  (K-)  disebut guru yang tidak bermutu
Pendekatan dan perilaku  serta teknik  yang diterapkan dalam memberi supervisi  kepada guru-guru berdasarkan  prototipe guru seperti yang disebut diatas . Bila guru profesional maka pendekatan  yang digunakan adalah non -direktif.
Perilaku supervisor  (1) mendengarkan ,(2) memberanikan (3) menjelaskan (4) menyajikan  (5) memecahkan masalah. Teknik yang diterapkan dialog dan mendengarkan aktif.
Bila gurunya tukang kritik atau terlalu sibuk maka pendekatan yang diterapkan adalah kolaboratif. Perilaku supervisi (1) menyajikan  (2) menjelaskan ,(3)mendengarkan , (4) memecahkan masalah, (5) negosiasi. Teknik yang digunakan percakapan pribadi,dialog menjelaskan
Bila gurunya tidak bermutu , maka pendekatan yang digunakan adalah  direktif. Perilaku supervisor (1)menjelaskan , (2)menyajikan (3)mengarahkan , (4)memberi contoh ,(5) menetapkan tolok ukur dan (6) menguatkan
 Berdasarkan uraian singkat tentang paradigma kategori diaatas maka dapat diterapkan berbagai pendekatan teknik dan perilaku supervisi berdasar data mengenai guru yang sebenarnya yang memerlukan pelayanan supervisi. Berikut ini akan disajikan beberapa pendekatan perilaku supervisor.
(1)   Pendekatan direktif  (langsung)
Yang dimaksud pendekatan direktif adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat  langsung supervisor memberikan arahan langsung sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan. Pendekatan direktif ini berdasarkan pemahaman terhadap psikologi behaviorisme. Prinsip Behaviorisme ialah bahwa segala perbuatan bersal dari refleks yaitu respon terhadap rangsangan (stimulus ). Oleh karena itu guru ini mengalami kekurangan maka perlu diberikan rangsangan agar ia bisa bereaksi. supervisor dapat menggunakan penguatan (reinforcement) atau hukuman (punishment).

(2)   Pendekatan tidak langsung (non direktif)
Yang dimaksud dengan pendekatan tidak langsung(non-Direktif) adalah cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung . Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan tapi ia lebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan oleh guru-guru. Ia memberi kesempatan sebanyak mungkin kepada guru-guru untuk mengemukakan permasalahan yang mereka alami. Pendekatan non-direktif ini berdasarkan pemahaman psikologis humanistik. Psikologi humanistik sangat menghargai orang yang akan dibantu. Oleh karena pribadi guru yang dibina begitu dihormati, maka ia lebih banyak mendengarkan permasalahan yang dihadapi oleh guru-guru. Guru mengemukakan masalahnya. Supervisor mencoba mendengarkan, memahami apa yang dialami guru-guru.[1]
Psikologi humanistik dalam kaitannya dengan supervisi pembelajaran , bahwa belajar haruslah dilakukan dengan penemuan sendiri  oleh siswa. Oleh karena itu , dalam belajar demikian ,tingkat tanggung jawab guru rendah , sementara tingkat tanggung jawab siswa tinggi.[2]
Perilaku supervisor dalam pendekatan non-direktif  adalah sebagai berikut.
                           (1).     Mendengarkan
                           (2).     Memberi penguatan
                           (3).     Menjelaskan
                           (4).     Menyajikan
                           (5).     Memecahkan masalah.
Pendekatan ini berangkat dari premis bahwa belajar pada dasarnya adalah pengalaman pribadi, sehingga pada akhirnya individu harus mampu memecahkan masalahnya sendiri. Peranan supervisor disini adalah mendengarkan, mendorong, atau membangkitkan kesadaran sendiri dan pengalaman – pengalaman guru diklasifikasikan.[3] Oleh karena itu, pendekatan ini bercirikan perilaku supervisor dimana supervisor mendengarkan guru, mendorong guru, mengajukan pertanyaan, menawarkan pikiran bila diminta dan membimbing guru untuk melakukan tindakan. Tanggung jawab supervisi lebih banyak berada di pihak guru.[4] Bagi guru, pemecahan masalah ini tidak lain daripada upaya memperbaiki dan meningkatkan pengalaman belajar murid di kelas.
Dalam penelitiannya Blumberg sebagaimana yang dikutip oleh Sri Benun Muslim, menemukan bukti dan menunjukkan bahwa guru lebih suka, jika supervisor menggunakan pendekatan non direktif dalam wawancara supervisi. Para guru merasa bahwa dalam bentuk pertemuan semacam itu lebih efektif. Ditemukan juga bahwa supervisor yang menggunakan pendekatan direktif kurang disukai oleh para guru ketimbang menggunakan pendekatan non direktif. Ia menyimpulkan bahwa jika supervisor menekankan refleksi,atau bertanya untuk memperoleh informasi guna membuka komunikasi wawancara supervisi mereka, para guru menilainya sebagai pertemuan supervisi yang positif. Bila para supervisor lebih banyak berbicara dalam pertemuan itu, para guru menilai pertemuan kurang positif atau mungkin negatif.[5]
Pada pendekatan non direktif, guru menunjukkan tanggung jawab yang tinggi. Tugas supervisor pada pendekatan ini adalah mendengarkan dan memperhatikan dengan cermat akan keprihatinan guru terhadap masalah peningkatan pengajarannya, dan sekaligus gagasan guru sebagai upaya mengatasinya. Peranan supervisor adalah meminta penjelasan terhadap hal – hal yang telah diungkapkan oleh guru, terutama hal yang kurang dipahaminya. Selanjutnya, ia mendorong guru untuk mewujudkan inisiatif yang dipikirkan oleh guru untuk memecahkan masalah yang dihadapinya serta menngkatakan pengajarannya.
Perilaku pokok supervisor dalam pandangan non direktif tersebut meliputi: mendengarakan,mengklarifikasi,mendorong,mempresentasikan, dan bernegosiasi. Target akhir yang diinginkan perilaku supervisor yang non direktif adalah perencanaan guru sendiri (teacher self plan).Hal – hal yang dapat dilakukan supervisor dalam pendekatan non direktif ini antara lain :
·         Supervisor mendengarkan, memperhatikan dan mendiskusikan pengajaran dengan  guru.
·         Supervisor mendorong guru untuk mengembangkan pengajarannya.
·         Supervisor mengajukan pertanyaan.
·         Apabila guru mengajukan pertanyaan, sedangkan supervisor mengajukan upaya pemecahan masalah.
·         Supervisor bertanya kepada guru guna menentukan suatu tindakan.
Jika supervisi pengajaran dalam pandangan non direktif ini ditempatkan dalam kerangka pendekatan klinik maka dapat dikemukakan sebagai berikut :
1.    Pada saat pre conference, supervisor mendengarkan masalah – masalah yang diajukan oleh guru. Selanjutnya supervisor, melakukan diagnosis.
2.     Pada saat observasi, supervisor mengamati hal – hal yang patut diamati dari guru, misalnya saat mengelola kelas dan melaksanakan proses belajar mengajarnya. Berdasarkan atas interprestasi hasil pengamatannya, kemudian supervisor memberi pengarahan kepada guru agar tahu masalahnya sendiri, mengetahui kelebihan sekaligus kekurangan dalam dirinya.
3.    Analisa dan interprestasi
Pada tahap ini supervisor menganalisa dan menginterprestasikan hal – hal yang sudah diamati terkait dengan permasalahan yang dialami guru untuk selanjutnya menentukan bagaimana langkah selanjutnya pemecahan masalah
4.    Pada saat post conference, supervisor mengidentifikasi kembali kelebihan dan kekurangan tampilan guru. Selanjutnya supervisor dapat mempertanyakan kepada guru langkah apa saja yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengatasi kekurangannya sendiri.
5.    Diskusi
Pada tahap ini supervisor dengan aktif mendengarkan, menyatakan dengan cara lain, menanyakan pertanyaan, dan menjaga arah guru dalam jalur supervisor non direktif. Supervisor tidak lengah bekerja terhadap seorang guru perencana, yang bisa dihasilkan dari meminjam ide atau dari pemahaman guru itu sendiri.

Pre coference
Adapun desain langkah – langkah dalam pembinaan guru dengan pendekatan non direktif adalah sebagai berikut :
Pada tahap ini supervisor mendengarkan masalah – masalah yang diajukan oleh guru selanjutnya supervisor mendiagnosis gejala yang dialami oleh guru tersebut.
Observasi
Analisa dan interpretasi
Pada tahap ini supervisor mengamati hal – hal yang patut diamati dari guru, misalnya saat mengelola kelas dan melaksanakan proses belajar mengajarnya. Berdasarkan atas interprestasi hasil pengamatannya, kemudian supervisor memberi pengarahan kepada guru agar tahu masalahnya sendiri, mengetahui kelebihan sekaligus kekurangan dalam dirinya,  Pada tahap ini supervisor menganalisa dan menginterprestasikan hal – hal yang sudah diamati terkait dengan permasalahan yang dialami guru untuk selanjutnya menentukan bagaimana langkah selanjutnya pemecahan masalah.
Post coference
              Pada tahap ini supervisor mengidentifikasi kembali kelebihan dan kekurangan tampilan guru. Selanjutnya supervisor dapat mempertanyakan kepada guru langkah apa saja yang dapat dilakukan oleh guru untuk mengatasi kekurangannya sendiri.

(3)   Pendekatan kolaboratif
A.    Pengertian Pendekatan Kolaboratif
Sebelum membahas lebih jauh tentang pendekatan Colaboratif, ada baiknya dipahami dahulu apa yang dimaksud dengan pendekatan Colaborative. Hal ini dimaksudkan dalam memahami pendekataan ini sehingga dapat dihindari berbagai pembahasan yang kurang penting dalam bab ini.
Yang dimaksud dengan pendekatan kolaboratif adalah cara pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan non-direktif menjadi cara pendekatan baru. Pada pendekatan ini supervisor maupun guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru. Pendekatan ini didasarkan pada psikologi kognitif. Psikologi kognitif beranggapan bahwa belajar adalah hasil paduan antara  kegiatan individu dengan lingkungan pada gilirannya nanti berpengaruh dalam pembentukan aktivitas individu. Dengan demikian pendekatan dalam supervisi berhubungan pada dua arah. Dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.[6]
Pendekatan Kolaboratif adalah pendekatan yang memberi warna kemitraan antara supervisor dan orang yang memberi supervisi. Pendekatan ini ditempuh sebagai bentuk upaya dalam memahami orang yang disupervisi agar dalam melakukan supervisi dapat diperoleh hasil yang memuaskan sebagaimana yang diharapkan. Selain itu pendekatan ini juga mempunyai beberapa arti seperti misalnya.
1.      Proses perubahan, cara mendekati
2.      Usaha dalam rangka aktifitas penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti, atau metode-metode untuk mencapai pengertian tentang masalah penelitian seterusnya.
Dari pengertian yang pertama dapat dipahami bahwa pendekatan kolaboratif merupakan cara yang dipakai oleh seorang supervisor untuk mendekati orang yang disupervisi agar terjadi hubungan yang baik antara keduanya, sehingga dimungkinkan data yang diperoleh objektif serta mampu memberikan solusi bagi permasalahan yang muncul secara tepat.
Menurut Binti Maunah pengertian pertama dapat diterapkan dalam supervisi klinis, terutama jika dikaitkan dengan cara mendekati materi yang akan dibicarakan dalam pertemuan sesudah supervisi dilaksanakan. Hal ini akan mewarnai bentuk relasi antara supervisor dengan orang yang disupervisi. Disamping itu pengertian kedua juga dapat diterapkan jika yang di supervisi sama-sama ingin memahami permasalahan yang perlu dibahas.
Dari penerapan diatas dapat dipahami bahwa pendekatan Kolaboratif adalah pendekatan yang memberikan warna kemitraan antara supervisor dan orang yang disupervisi dalam usaha untuk memperoleh pemahaman bersama tentang permasalahan yang perlu dibahas sehingga dapat diperoleh sebuah solusi yang tepat dan sesuai dengan apa yang diharapkan.

B.     Karakteristik pendekatan Kolaboratif
Sebagaimana telah diketahui bahwa supervisi adalah suatu teknik pelayanan yang tujuan utamanya mempelajari dan memperbaiki secara bersama-sama. Faktor faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Kegiatan ini diarahkan untuk membantu kinerja guru dalam melaksanakan tugasnya agar dapat mencapai target yang diinginkan.
Salah satu pendekatan dalam melaksanakan supevisi adalah pendekatan kolaboratif. Pendekatan ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
·         Supervisor bertindak sebagai mitra atau rekan kerja
·         Kedua belah pihak berbagi kepakaran
·         Pendekatan yang digunakan merupakan pendekatan inkuiri yakni, saya mencoba memahami apa yang dilakukan oleh orang yang saya amati.
·         Diskusi sebagai langkah lanjut dari pengalaman bersifat terbuka atau fleksibel dan tujuannya jelas.
·         Tujuan supervisi ialah membantu guru dan kepala sekolah berkembang menjadi tenaga-tenaga profesional melalui kegiatan-kegiatan reflektif.
Dengan memahami karakteristik diatas dapat diilustrasikan bahwa dengan pendekatan kolaboratif, supervisi yang diterapkan akan terasa tenang dan tidak mengandung ketegangan. Bahkan sebaliknya yang muncul adalah suasana akrab dan saling memahami antar satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi karena supervisor menempatkan dirinya sebagai mitra bagi guru yang disupervisi bukan sebagai arspektor yang mencari kesalahan dari guru.
Disamping itu supervisi kolaboratif memberikan ruang terbuka bagi guru sehingga guru mendapat kesempatan yang luas guna menyampaikan ide ataupun maslah-masalah yang muncul dalam proses pembelajaran.Sehingga dari diskusi yang dilakukan akan mucul ide-ide baru yang merupakan problem solving dalam problem-problem yang ditemukan dalam proses pembelajaran.


C.     Sasaran Pendekatan Kolaboratif
Glickman sebagaimana dikutip oleh Binti Maunah menjabarkan adanya tiga tahapan perkembangan profesional, yaitu: perkembangan profesional tingkat rendah (tahap 1), perkembanagn profesional tingkat moderat (tahap II), perkembangan profesional tingkat tinggi (tahap III), tahapan itu digunakannya untuk menetapkan pilihan pendekatan supervisi terhadap guru. Dengan demikian guru yang diduga berada dalam tahap I, supervisi yang digunakan adalah directive. Sedangkan yang telah berada pada tahap II menggunakan pendekatan kolaboratif. Untuk guru yang telah memasuki tahap III, pendekatan supervisinya adalah non-direktif (Glickman dan Gordon, 1987).
Ungkapan Glickman diatas memberikan gambaran bahwa supervisi dengan pendekatan kolaboratif tepat digunakan kepada guru yang berada pada tingkat profesional tahap II (moderat). Katagorisasi Glickman terhadap guru didasarkan atas dua aspek (unsur) penting diistilahkan dengan kepedulian, yang diklasifikasikannya atas tiga katagori kepedulian diri sendiri, siswa dan profesionalisasi : dan untuk abstraksi, dipakainya istilah kekompakan kogeritif, paduan tingkat kekompakan kogeritif dan tingkat kepedulian, yang masing-masing berkategori: rendah, sedang dan tinggi itu, selanjutnya digunakan untuk menetapkan pilihan pendekatan supervisi pengajaran.
Namun penelitian yang dilakukan oleh Ginkel (1983) menghasilkan kesimpulan yang menyatakan tidak ditemukannya hubungan antara guru dengan tingkat konseptual mereka. Pernyataan ini berbeda dengan hasil penelitian Glickman yang menyatakan bahwa tingkat konseptual sangat mempengaruhi terhadap penelitian pendekatan supervisi yang diterapkan.
Pada sisi lain pengalaman mengajar guru memiliki peranan penting dalam menetapkan supervisi. Para guru yang kurang bermotivasi dan kurang terampil memiliki kecenderungan untuk disupervisi dengan pendekatan direktif. Mereka yang telah berhasil mengembangkan kompetensi dan motivasinya cenderung lebih menyukai pendekatan kolaboratif, sedangkan para guru yang telah memiliki latar belakang pengalaman yang cukup luas, kompetensi dan motivasinya tinggi, mampu bekerja bersama atau bekerja sendiri dan mampu menemukan cara mendorong murid belajar mandiri, pendekatan yag sesuai untuk mereka adalah pendekatan non direktif (Glickman, 1985). Hasil penelitian itu ditunjang pula oleh penelitian lain, yang di kerjakan oleh Ngugi (1984) yang melaporkan penemuannya, bahwa guru-guru yang telah berpengalaman lebih menyukai disupervisi dengan menggunakan pendekatan non direktif, atau kalau boleh dianalogkan dengan perilaku kepemimpinan yang dianjurkan untuk dilakukan oleh pejabat sekarang ini di Indonesia, yaitu berkembangnya perilaku itu dan “budaya menggurui atau mengktitik”ke “ budaya mendengar.”
B.     Prinsip-Prinsip Supervisi Pendidikan
Dalam melaksanakan tugasnya, supervisor hendaknya bertumpu pada prinsip-prinsip supervisi. Menurut E. Mulyasa prinsip-prinsip supervisi antara lain:
  1. Hubungan konsultatif, kolegial dan bukan hirarkis,
  2. Dilaksanakan secara demokratis,
  3. Berpusat pada tenaga kependidikan (guru),
  4. Dilakukan berdasarkan kebutuhan tenaga kependidikan (guru),
  5. Merupakan bantuan profesional
Dalam buku Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan karangan Piet A. Sahertian mengemukakan prinsip supervisi antara lain:[7]
  1. Prinsip ilmiah (scientific), prinsip ini mengandung ciri-ciri sebagai berikut:
a) Kegiatan supervisi dilaksanakan berdasarkan data objektif yang diperoleh dalam kenyataan pelaksanaan  proses belajar mengajar.
b) Untuk memperoleh data perlu diterapkan alat perekam data, seperti angket, observasi, percakapan pribadi, dan seterusnya.
c) Setiap kegiatan supervisi dilaksanakan secara sistematis, berencana dan kontinue.
2.      Prinsip Demokratis
Layanan dan bantuan yang diberikan kepada guru berdasarkan hubungan kemanusiaan yang akrab dan kehangatan sehingga guru-guru merasa aman untuk mengembangkan tugasnya.

3.      Prinsip kerjasama
Mengembangkan usaha bersama atau menurut istilah supervisi ‘sharing of idea, sharing of experience’, memberi support mendorong, menstimulasi guru, sehingga mereka merasa tumbuh bersama.
4.      Prinsip konstruktif dan kreatif
Setiap guru akan merasa termotivasi dalam mengembangkan potensi kreativitas kalau supervisi mampu mencipakan suasana kerja yang menyenangkan, bukan melalui cara-cara yang menakutkan.
Sedangkan Oteng Sutisna mengemukakan prinsip dalam pelaksanaan kegiatan supervisi, yaitu:
1.      Supervisi merupakan bagian integral dari program pendidikan yang bersifat kooperatif dan mengikutsertakan
2.      Semua guru memerlukan dan berhak atas bantuan supervisi
3.      Supervisi hendaknya disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan perseorangan dari personil sekolah
4.      Supervisi hendaknya membantu menjelaskan tujuan-tujuan dari sasaran-sasaran pendidikan
5.      Supervisi hendaknya membantu memperbaiki sikap dan hubungan dari semua anggota staf sekolah
6.      Tanggung jawab bagi pengembangan program supervisi berada pada kepala sekolah bagi sekolahnya.
7.      Efektivitas program supervisi hendaknya dinilai secara periodik.
Dengan demikian prinsip supervisi merupakan bagian yang sangat penting untuk dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan supervisi. Dalam pelaksanaan prinsip supervisi sangat terlihat dari peran kepala sekolah sebagai supervisor atau pengawas internal bagi sekolahnya dalam memajukan dan mengembangkan sekolahnya, sehingga dengan adanya pedoman.prinsip supervisi kepala sekolah diharapkan memberikan pelayanan yang baik tanpa ada pemaksaan kepada guru-guru atau personal.
IV.   KESIMPULAN
Dari beberapa penjelasan diatas, mengenai macam-macam pendekatan supervisi pendidikan dan prinsip-prinsip supervisi pendidikan dapat disimpulkan:
1.      Dalam tugasnya sebagai pengawas para supervisor mempunyai bebapa pendekatan dalam membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi para guru. Pendekatan itu dapat dilaksanakan secara langsung (direktif), tidak langsung (non-direktif), dan kolaboratif.
2.      Pendekatan langsung (direktif) maksudnya adalah cara pendekatan terhadap masalah yang bersifat  langsung supervisor memberikan arahan langsung sudah tentu pengaruh perilaku supervisor lebih dominan.
3.      Pendekatan tidak langsung (non-direktif) maksudnya cara pendekatan terhadap permasalahan yang sifatnya tidak langsung. Perilaku supervisor tidak secara langsung menunjukkan permasalahan tapi ia lebih dulu mendengarkan secara aktif apa yang dikemukakan oleh guru-guru
4.      Pendekatan kolaboratif maksudnya pendekatan yang memadukan cara pendekatan direktif dan non-direktif menjadi cara pendekatan baru. Pada pendekatan ini supervisor maupun guru bersama-sama, bersepakat untuk menetapkan struktur, proses dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan terhadap masalah yang dihadapi guru
5.      Ada beberapa prinsip yang digunakan supervisor dalam melaksanakan tugasnya, antara lain adalah prinsip ilmiah, prinsip demokratis, prinsip kerjasama serta prinsip konstruktif dan kreatiif.
V.  PENUTUP
Demikianlah materi mengenai beberapa pendekatan dan prinsip supervisi pendidikan kami sampaikan, mudah-mudahan dapat dijadikan bahan pembelajaran bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya. Terimakasih atas perhatian dan kerjasamanya, kurang lebihnya kami mohon maaf, karena kami menyadari dalam penulisan maupun muatan materi masih banyak kekurangan maka kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan demi kemajuan makalah-makalah berikutnya.



DAFTAR PUSTAKA
Imron, Ali. 2011. Supervisi pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan,Bumi aksara: Jakarta
Maunah, Binti. 2009. Supervisi Pendidikan Islam Teori dan Praktek, Teras: Yogyakarta
Muslim, Sri Benun. 2009. Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru, Alfabeta: Bandung
Nur Mufidah, Luk Luk. 2008. Supervisi Pendidikan, Center for Society Studies : Jember
Sahertian, Piet A. 2008 Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, Rineka cipta: jakarta 



[1] Prof.Drs. Piet A,Sahertian, Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan, Rineka cipta, jakarta 2008 hal 44-49
[2] Prof.Dr.Ali Imron,M.pd,M.s.i, Supervisi pembelajaran Tingkat Satuan Pendidikan,Jakarta:Bumi aksara,2011 hal 78
[3] Binti Maunah, Supervisi Pendidikan Islam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Teras, 2009), 137
[4] Sri Benun Muslim, Supervisi Pendidikan Meningkatkan Kualitas Profesionalisme Guru,(Bandung: Alfabeta, 2009), 80
[5] Luk Luk Nur Mufidah, Supervisi Pendidikan, (Jember: Center for Society Studies, 2008), 38

[6] Prof.Drs.Piet  A.Sahertian op.cit hal 49-50
[7] Prof.Drs.Piet  A.Sahertian op.cit hal 19-20

Tidak ada komentar:

Posting Komentar